AMLAPURA – I Made Kasih alias Selepeg saat beristirahat siang dengan suasana ladang merasa kecewa atau putusan dari Majelis Hakim Pengadilan Negeri Amlapura pada Kamis (15/8/2024) yang menjatuhkan hukuman dua tahun penjara.
Ia mengungkapkan kekecewaannya dengan terkesan mengutuk mafia tanah yang terlibat menggerogoti tanah miliknya.
"Tiang nunas urip ring Hyang Widhi (saya minta hidup dari Tuhan), yang bermain-main tentang hidup seseorang akan binasa, " sebut Selepeg.
Ia juga mengaku tidak bersalah dan tidak ada memalsukan dokumen apapun. Seperti ucapannya, ia memperlihatkan seonggok bukti otentik dari perjalanan tanah yang dimilikinya tersebut, bahkan terlihat sampai lontarpun terhadap kepemilikan tanah itupun masih ada.
Baca juga:
Gawat, KPK Membuat Program Desa Antikorupsi
|
"Saya percaya 'Ida Sesuhunan' (Tuhan dengan manifestasinya) akan menberikan hukuman bagi kezoliman"
"Tanah Bali 'tenget' (angker) tidak ada satu manusiapun yang berbohong kepada ibu pertiwi akan selamat, " ungkapnya.
Ia di Vonis melanggar Pasal 242 ayat (1) KUHP karena memberikan keterangan palsu dalam sidang perdata Nomor 56/Pdt.G/2013/PN.Ap. Perkara ini menyangkut sengketa hak ahli waris atas kepemilikan tanah di Banjar Dinas Tanah Barak, Desa Seraya Timur, Karangasem.
Namun, pihak Selepeg menilai putusan tersebut tidak adil. Melalui kuasa hukumnya berpendapat bahwa dakwaan itu lemah dan masih banyak fakta yang diabaikan. Mereka menegaskan bahwa tuduhan keterangan palsu dan pembuatan silsilah tanah yang dipermasalahkan tidak memiliki dasar yang kuat.
Pihaknya menyatakan bahwa nama kakek Selepeg, Paro Sukun, tercantum dengan benar dalam dokumen sebagai Paro Sukun alias I Sutiarmin Sukun alias I Sutiarmin, sesuai dengan catatan keluarga.
Kuasa hukum Selepeg menyoroti bahwa keterangan yang diberikan kliennya di persidangan sesuai keyakinan dan pengetahuan yang dimiliki saat itu.
Mereka menyesalkan majelis hakim lebih menitikberatkan pada perbedaan nama dalam dokumen, tanpa mempertimbangkan keseluruhan bukti yang disajikan.
“Vonis ini tidak mencerminkan keadilan. Kasus ini memiliki sejarah panjang yang patut diperhitungkan lebih mendalam. Keterangan yang diberikan Selepeg bukan upaya untuk menyesatkan, melainkan berdasarkan pemahaman yang ada, ” ujar kuasa hukum Selepeg.
Pihak Selepeg juga menduga adanya konflik kepentingan dalam penanganan kasus ini. Mereka merasa proses hukum kurang transparan karena putusan majelis hakim berbeda jauh dari bukti yang mereka ajukan.
Selepeg berharap pengadilan yang lebih tinggi mampu meninjau ulang bukti dan kesaksian, sehingga keadilan yang diharapkan dapat terwujud.
"Kami yakin dalam proses banding, kebenaran akan terungkap, dan keadilan akan ditegakkan, " ucap kuasa hukum Selepeg.
Di sisi lain, Selepeg menuding bahwa laporan dari I Nyoman Kanis terkait pembuatan silsilah palsu adalah upaya merebut hak tanah yang selama ini dikelola keluarganya. Ia berharap, melalui proses hukum yang benar, hak atas tanah yang menjadi warisan keluarganya tetap terjaga.
"Kami tak ada hubungan keluarga dengan mereka. Mereka hanya penggarap, tetapi berupaya menguasai lahan kami. Klaim mereka tidak didukung bukti dokumen silsilah asli, hanya fotokopi. Apakah itu bisa dianggap bukti kuat?” keluh Selepeg.
Lebih lanjut, ia menjelaskan bahwa tanah tersebut tercatat atas nama anaknya, Sutiarmi Sukun, dan masih terdapat bukti-bukti berupa lontar serta surat keterangan kematian kakeknya. Selepeg optimis bahwa dalam proses banding nanti, seluruh kebenaran akan terungkap dan keadilan akan berpihak pada keluarganya.
Selepeg dan kuasa hukumnya, I Wayan Sukawinaya, langsung mengajukan kasasi ke MA, menolak tuduhan yang dianggap tidak sesuai dengan kenyataan. Pihak Selepeg menegaskan bahwa tuduhan terkait pemberian keterangan palsu dan pembuatan silsilah tanah yang dikatakan palsu tidak memiliki dasar yang jelas. (Ray)